Rabu, 06 November 2013

My Blogger


Strongyloides strercoralis


MORFOLOGI DAN DAUR HIDUP
               Strongyloides stercoralis atau cacing benang adalah sejenis cacing yang halus yang dapat menyerang dinding alat-alat pencernaan         
         Cacing jantan dapat tumbuh dengan panjang hanya sekitar 0,9 mm, sedangkan cacing betina dapat tumbuh dengan panjang 2,0-2,5 mm. Kedua jenis kelamin juga memiliki kapsul bukal kecil dan kerongkongan silindris tanpa bohlam posterior. Males can be distinguished from their female counterparts by two structures: the spicules and gubernaculum. Cacing jantan dapat dibedakan dari cacing betina oleh dua struktur yaitu spikula dan gubernaculum. Hanya cacing dewasa betina yang hidup sebagi parasit di vilus duodenum dan jejenum. Cacing betina berbentuk filiform, halus, dan tidak berwarna.
Cara berkembang biak  S. stercoralis is autoinfection. Stercoralis diduga secara partenogenesis. Telur bentuk parasitik diletakkan dimukosa usus kemudian telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform yang masuk kedalam rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja. Parasit ini memiliki tiga daur hidup yaitu:
Siklus langsung
      Setelah 2 sampai 3 hari di tanahlarfa rabditiform yang berukuran kira-kira 225 x 16 mikron, berubah menjadi larva filariform dengan bentuk langsing dan merupakan bentuk infektif, panjangnya kira-kira 700 mikron. Bila larva filaform menembus kulit manusia, larva tumbuh masuk kedalam peredaran darah vena dan melalui jantung kanan dan sampai ke paru-paru. Dari paru, parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus masuk ke trakea dan laring. Sesudah sampai di laring terjadi reflek batuk sehingga parasit tertelan, kemudian masuk ke usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi. Siklus langsung sering terjadi di negri-negri yang lebih dingin dengan keadaan yang kurang menguntungkan untuk parasit tersebut.
Siklus tidak langsung
Pada siklus tidak langsung larva rabditioform ditanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing betina berukuran 1mm x 0,04 mm., mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu beberapa hari dapat menjadi larva filariform yang infektif dan masuk kedalam hospes baru, atau larva rabditiform tersebut juga mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsungini terjadi bilamana keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negri-negri tropik dengan iklim lembab.  
Autoinfeksi
Larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform diusus atau daerah sekitar anus. Misalnya pada pasien yang menderita obstipasi lama sehingga bentuk rabditiform sempat berubah menjadi filariform pada usus. Pada penderita diare menahun dimana kebersihan kurang diperhatikan, bentuk rabditiform akan menjadi filariform pada tinja yang masih melekat disekitar dubur.
Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal maka terjadi suatu daur perkembangan didalam hospes. Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada penderita yang hidup didaerah non-endemik.


PATOFISIOLOGI
Bila larfa filariform dalam jumlah besar menembus kulit, timbul kelainan kulit yang dinamakan creeping eruption yang disertai rasa gatal yang hebat.
Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus. Infeksi ringan dengan Strongiloides pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti menusuk nusuk didaerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Pada strongiloidiasis mungkin terjadi autoinfeksi atau hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa ditemukan pada seluruh traktus digestifus dan larvanya dapat ditemukan pada berbagai alat dalam (paru, hati, kantung empedu) sering ditemukan pada orang yang mengalami gangguan imunitas dan dapat menimbulkan kematian.

5. EPIDEMIOLOGI
      Strongyloides stercoralis memiliki prevalensi sangat rendah dalam masyarakt yaang tanahnya terkontaminasi atau jarang air.  dapat ditemukan di daerah dengan iklim tropis dan subtropis. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur, berpasir, dan humus. Strongyloidiasis pertama kali dijelaskan pada abad XIX di Perancis, saat prajurit pulang dari ekspedisi di Indocina. Today, the countries of the old IndoChina (Vietnam, Cambodia and Laos) still have endemic strongyloidiasis, typical prevalences being 10% or less. Saat ini, negara-negara Indocina lama (Vietnam, Kamboja dan Laos) masih memiliki strongyloidiasis endemik, prevalensi khas 10% atau kurang. Regions of Japan used to have endemic strongyloidiasis, but control programs have eliminated the disease. Kawasan dari Jepang memiliki strongyloidiasis endemik, tetapi program pengendalian penyakit telah dieliminasi. Strongyloidiasis appears to have a high prevalence in some areas of Brazil and Central America. Strongyloidiasis tampaknya memiliki prevalensi tinggi di beberapa daerah di Brazil dan Amerika Tengah. Strongyloidiasis is endemic in Africa, but the prevalence is typically low (1% or less). Strongyloidiasis adalah endemik di Afrika, tetapi prevalensinya biasanya rendah (1% atau kurang). Pockets of strongyloidiasis have been reported from rural Italy, but current status is unknown. In the Pacific islands strongyloidiasis is rare although there have been reports of cases from Fiji. Di kepulauan Pasifik strongyloidiasis jarang walaupun ada laporan kasus dari Fiji. In tropical Australia, some rural and remote Australian Aboriginal communities have very high prevalences of strongyloidiasis [ 5 ] . Di Australia tropis, beberapa pedesaan dan terpencil Australia Aborigin masyarakat memiliki prevalensi tinggi sangat strongyloidiasis . In some African countries (eg, Zaire) S. Di beberapa negara Afrika (misalnya, Zaire) S. fuelleborni was more common than S. fuelleborni lebih umum daripada S. stercoralis in parasite surveys from the 1970s, but current status is unknown. stercoralis dalam survei parasit dari tahun 1970-an, namun status saat ini tidak diketahui. In Papua New Guinea, S. Di New Guinea Papua, S. stercoralis is endemic, but prevalence is low. stercoralis adalah endemik, tetapi prevalensi rendah. However, in some areas another species, S. Namun, di beberapa daerah lain spesies, S. kellyi , [ 6 ] is a very common parasite of children in the PNG highlands and Western Province. [ 7 ] kellyi, adalah parasit yang sangat umum anak-anak di dataran tinggi PNG dan Provinsi Barat.Knowledge of the geographic distribution of strongyloidiasis is of significance to travelers who may acquire the parasite during their stay in endemic areas. Pengetahuan tentang distribusi geografis dari strongyloidiasis adalah penting untuk wisatawan yang mungkin memperoleh parasit selama mereka tinggal di daerah endemik.

GEJALA KIMIA DAN DIAGNOSIS
Banyak orang yang terinfeksi biasanya gejala pada awalnya penderita mengeluh karena serangan diare yang berkala, sembelit, berkurangnya berat badan, perasaan mual, muntah-muntah, demam dan batuk-batuk, rasa nyeri di atas hati yang menyatakan adanya radang hati. Jika parasit mencapai paru-paru, dada mungkin merasa seolah-olah terbakar, dan mengi dan batuk dapat juga menimbulkan gejala pneumonia ( 's syndrome Löffler ). 

PENCEGAHAN 
Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan:
Perbaikan sanitasi (pembuangan tinja), mempraktekkan kebersihan yang baik (cuci tangan), dll, sebelum rejimen obat diberikan. Pakailah alat-alat yang menyehatkan untuk pembuangan kotoran manusia, pakailah sepatu waktu bekerja di kebun rawatlah penderita yang sudah terkena penyakit tersebut



Tidak ada komentar:

Posting Komentar